23JAM.COM – Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) menyatakan tidak memiliki kendali soal siapa saja yang diusulkan masuk dalam daftar tokoh paling korup di dunia.
Termasuk munculnya nama mantan presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam daftar itu.
OCCRP menyatakan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Jokowi terkait dengan tindakan korupsi demi keuntungan pribadi selama dia menjabat sebagai presiden.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, kata organisasi itu, banyak kelompok masyarakat sipil dan para pakar mengatakan bahwa “pemerintahan Jokowi secara signifikan melemahkan” komisi anti korupsi Indonesia.
Jokowi juga dikritik oleh masyarakat luas karena “merusak lembaga pemilu dan peradilan Indonesia,” menurut pernyataan itu.
OCCRP mengakui beberapa individu telah menyalahgunakan daftar tokoh paling korup itu untuk mempromosikan agenda dan ideologi politik mereka.
Organisasi itu menyatakan bahwa tujuan mereka membuat daftar itu adalah “mengakui adanya kejahatan dan korupsi.”
Baca Juga:
Bersama Masyarakat DLH Kota Mojokerto Jaga Lingkungan
Melestarikan Lingkungan di Palu: Upaya Nyata Menjaga Bumi dari Tanah Tadulako
Walk Out Delegasi di PBB: Netanyahu Balas Pidato Prabowo Tentang Palestina
OCCRP berjanji akan terus mengutamakan transparansi dan inklusivitas dalam proses nominasi.
Para tokoh dimasukkan ke dalam daftar “finalis” karena memperoleh dukungan daring terbanyak dari seluruh dunia.
Dan memiliki alasan untuk diikutsertakan, kata Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
“Para juri menghargai nominasi warga negara,” kata penerbit OCCRP Drew Sullivan dalam pernyataan di situs web resmi organisasi itu.
Baca Juga:
Tim Sleman Juara Umum dalam Porda XVII DIY 2025
Rahasia Sukses Undang Jurnalis Ekonomi untuk Liputan Acara Perusahaan
Audit BPKP Temukan Kerugian Rp9,8 Miliar Dari Kasus Kapal Pesiar
Namun, dalam sejumlah kasus, nominasi yang diajukan publik tidak didukung oleh bukti yang cukup kuat.
Untuk membuktikan adanya korupsi besar atau pola penyalahgunaan kekuasaan yang konsisten.
Menurut Sullivan, ada persepsi kuat di masyarakat tentang adanya korupsi meski bukti yang mendukung hal itu tidak selalu memadai.
“Seharusnya ini jadi peringatan bagi mereka yang dinominasikan bahwa masyarakat sedang mengawasi, dan mereka peduli,” katanya.***









